Minggu, 27 April 2014

BAHASA MELAYU DAN BAHASA INDONESIA



TUGAS TERSTRUKTUR
MAKALAH
BAHASA MELAYU DAN BAHASA INDONESIA

Diajukan untuk memenuhi tugas
Matakuliah Tamadun Melayu
DOSEN PENGAMPU:
H. MULYADI, S. Ag., M.S.I.




LOGO+BARU+WARNA+2010




DISUSUN OLEH:
KELOMPOK VII

NURMILA
OKTA PRATIWI MARTA
SRI MARYATI


PGMI/ VI / B

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
AULIAURRASYIDIN
TEMBILAHAN
2014
BAHASA MELAYU DAN BAHASA INDONESIA

A.    Latar Belakang
Bahasa adalah salah satu kemampuan alamiah yang dianugerahkan pada umat manusia. Sedemikian alamiahnya sehingga kita tak menyadari bahwa tanpa bahasa, umat manusia tidak akan mungkin mempunyai peradaban yang di dalamnya termasuk agama, ilmu pengetahuan dan teknologi. Bahasa Melayu termasuk kerabat besar dari berbagai bahasa, yang mempunyai potensi untuk menjadi bahasa resmi. Bahasa resmi merupakan bahasa yang dipakai oleh suatu negara untuk mengatur roda pemerintahan serta bahasa komunikasi yang resmi dalam kehidupan negara. Diketahui bahwa bahasa Melayu merupakan bahasa komunikasi yang mudah dipahami oleh setiap orang sehingga memiliki potensi besar untuk menjadi bahasa nasional suatu bangsa. Namun suatu pertanyaan, bagaimana sejarah bahasa Melayu? Dan apa saja tahapan bahasa Melayu? Dan mengapa bahasa Melayu terpilih sebagai bahasa Ibu dan bahasa persatuan negara Indonesia, mengapa bukan bahasa lain misalnya bahasa Jawa, Sunda?

B.     Pembahasan
1.      Sejarah dari Bahasa Melayu
Bahasa Melayu dipakai sebagai bahasa resmi di 4 negara, yaitu Indonesia, Malaysia, Singapura dan Brunei Darussalam. Pusat bahasa dan budaya Melayu yang pertama ialah Sriwijaya. Kerajaan ini Berjaya dalam abad ke-7 sampai ke abad ke-11 Masehi. Sebagai kerajaan Melayu pertama yang terbesar di Nusantara, Sriwijaya telah memperluas pemakaian bahasa Melayu begitu rupa. Pada masa itulah bahasa Melayu telah memainkan peranan sebagai bahasa resmi (bahasa kerajaan), bahasa dagang dan bahasa agama.
Sebagai bahasa kerajaan, maka berbagai daerah yang jatuh ke bawah kekuasan Sriwijaya dengan sendirinya akan memakai bahasa Melayu. Kemudian peranan Sriwijaya sebagai salah satu pusat perdagangan yang terpenting di Asia Tenggara telah menyebabkan pula bahasa Melayu menjadi bahasa dagang. Pedagang mana saja yang akan berdagang ke Sriwijaya atau Asia Tenggara niscaya harus menguasai bahasa Melayu. Sebab bahasa ini telah dipakai dalam bahasa interaksi perdagangan, maka berbagai pedagang yang pulang ke negerinya juga sekaligus memperkenalkan bahasa Melayu disana.[1]
Mata rantai penyebaran dan pengembangan bahasa Melayu selanjutnya diteruskan oleh kerajaan Johor-Riau-Pahang dan Lingga dalam abad ke 17 sampai abad ke 19 Masehi. Dalam masa ini bahasa Melayu juga memainkan peranan sebagai bahasa kerajaan (bahasa resmi), bahasa perdagangan, bahasa agama serta ilmu pengetahuan.
Tidak lama kemudian berdirilah Singapura tahun 1819 oleh Raffles. Hal ini segera menimbulkan persaingan kekuasaan antara Belanda dan Inggris. Akibatnya kerajaan Johor-Riau-Pahang dan Lingga dibelah dua oleh kuasa asing itu dengan perjanjian London 1824. Belahan Johor-Pahang jatuh ke bawah kekuasaan Inggris sedangkan belahan Riau-Lingga jatuh ke bawah kekuasaan Belanda. Inilah tragedi pertama yang telah merusak kejayaan bahasa Melayu. Oleh kahadiran kuasa Barat yang demikian, maka terpisah pulalah pemakaian bahasa Melayu; yang satu berada di bawah pengaruh bahasa Inggris, sedangkan yang satu lagi berada di bawah pengaruh bahasa Belanda. Disinilah awal daripada perbedaan bahasa Melayu dibelahan Utara (Malaysia, Singapura dan Brunei Darussalam) dengan bahasa Melayu dibelahan dunia selatan yaitu Indonesia. [2]
Pada akhir abad ke-19, ketika pemerintah Hindia-Belanda menjadi mantap, maka bahasa Melayu menjadi bahasa resmi, terutama di Batavia (Jakarta) dan diluar pulau Jawa. Pada tahun 1918 di Indonesia sudah ada 40 surat kabar yang menggunakan bahasa Melayu, dan pada tahun 1925 jumlahnya meningkat menjadi 200 buah.
Sudah jelas bahwa penyebaran bahasa Melayu sudah sangat luas di Indonesia pada abad ke-16. Hal ini terbukti dari fakta bahwa orang Portugis yang datang ke kepulauan Nusantara untuk berdagang dan membuat sebuah kamus Melayu. Pentingnya bahasa Melayu kemudian terbukti lagi dari fakta pada awal abad ke-17 waktu dominasi perdagangan di Nusantara jatuh ketangan orang Belanda, mereka menerjemahkan kitab injil kedalam bahasa Melayu. Terjemahan ini dilakukan oleh A.C Ruyl dalam tahun 1629, dan dilanjutkan oleh M.Leydekker dalam tahun 1692.[3]
Ketika mempersiapkan Kongres Pemuda pada tahun 1926. Panitia sepakat tentang garis besar rumusan Sumpah Pemuda. Sampai saat-saat terakhir mereka masih ada mempermasalahkan apakah akan menyebut bahasa persatuan bangsa Indonesia itu bahasa Melayu.  Muhammad Yamin mengusulkan supaya ayat ketiga dalam rancangan Sumpah Pemuda berbunyi, “… Kami poetra-poetri Indonesia mendjoendjoeng tinggi bahasa persatoean, Bahasa Melajoe” namun, usul ini ditentang oleh Mohamad Tabrani yang mengatakan. “… Kalau kita sudah menjatakan adanja bangsa Indonesia dan tanah air Indonesia, mengapa kita tidak menjeboet bahasa persatoean kita Bahasa Indonesia? Kalau beloem ada, kita tjiptakan sekarang dalam Kongres Pemoeda ini.” Usul itupun disetujui bersama pada tanggal 2 Mei 1926 walaupun diterima oleh M. Yamin dengan berat hati. Jadi M. Tabrani harus dicatat sebagai tokoh yang menciptakan nama bahasa Indonesia. Dari proses yang kemudian menghasilkan keputusan Kongres Pemuda Pertama 20 April sampai 2 Mei 1926 dan kemudian dikukuhkan dalam Kongres Pemuda Kedua 27 sampai 28 Oktober 1928 berupa Sumpah Pemuda, jelas bagi kita bahwa bahasa persatuan itu Bahasa Melayu yang kemudian diberi nama baru yakni Bahasa Indonesia.[4]
Bahasa Melayu dalam sejarahnya yang panjang antara lain telah melahirkan bahasa Indonesia. Dalam keadaan serupa itu bahasa Melayu telah menjadi bagaikan ibu oleh bahasa Indonesia. Tentulah oleh pandangan serupa ini, maka Kongres Bahasa Indonesia di Medan tahun 1954 yang dihadiri oleh semua golongan dan lapisan masyarakat Indonesia akhirnya menetapkan:

Asal bahasa Indonesia ialah bahasa Melayu
Dasar bahasa Indonesia ialah bahasa Melayu
Yang disesuaikan dengan pertumbuhannya
Dalam masyarakat Indonesia sekarang.[5]

2.      Tahapan Bahasa Melayu
a.       Bahasa Melayu kuno
Bahasa Melayu kuno masih digunakan untuk prasasti dan batu nisan sampai abad ke-14, meskipun dalam beberapa kasus pilihan untuk ortografi diubah,  kedalam bahasa Jawa Kuno, system penulisan yang juga berdasarkan tulisan Palawa. Hal ini terlihat pada salah satu kerajaan dibagian Utara Sumatera, yakni Perlak telah memeluk agama Islam. Batu nisan orang Islam yang ditulis hampir seratus tahun kemudian (1380) ditemukan didekat Minye Tujoh (Sumatera Utara), menguatkan pendapat akan adanya penyebaran Islam di dunia pertuturan bahasa Melayu, yang kebanyakan terdiri atas puisi.[6]
b.      Bahasa Melayu Klasik abad ke 7-13 (bahasa Sanskerta)
Diantara peninggalan kosa kata Bahasa Sanskerta yang mudah dikenal dan sering kali diulang dalam teks (lima peristiwa), yaitu frase Dewata Mulia Raja untuk Tuhan yang terdapat dua unsur utama yakni bahasa Sanskerta dan bahasa Melayu.
c.       Bahasa Melayu pra modern abad 15-19 (bahasa Arab)
Prasasti tertua dituliskan dalam dasar ortografi bahasa Arab yang disebut tulisan Jawi. Pada abad ke-15, banyak orang Islam dan orang Hindu-Budha berbicara beberapa bahasa, tetapi semua menulis dalam bahasa Melayu.[7]
d.      Bahasa Melayu modern (alpabert)
Bahasa Melayu telah menjadi modern karena kebanyakan dari mereka menggunakannya, mengembangkan dirinya dengan bahasa itu diseluruh daerah mereka.[8]

3.      Alasan Bahasa Melayu Dijadikan Bahasa Persatuan (Bahasa Indonesia)
Bahasa Melayulah satu-satunya yang mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang begitu pesat. Ini terjadi antara lain oleh daerah-daerah pemakai bahasa itu yaitu Selat Melaka dan sekitarnya.  Alasan Bahasa Melayu dipilih sebagai bahasa persatuan yaitu :
a.       Sejarah
Bahasa Melayu telah terpakai sejak zaman Sriwijaya abad ke-7 M. piagam-piagam bahasa Melayu terentang dari kota Kapur, Karang Berahi, kedudukan bukit, sampai Minye tujuh di Aceh tahun 1380 M. pada zaman kerajaan Sriwijaya, bahasa Melayu telah dipakai sebagai bahasa kerajaan (resmi), bahasa dagang dan bahasa agama.  Kerajaan Melaka juga memakai bahasa Melayu sebagai bahasa kerajaan (negara), bahasa dagang dan bahasa agama yakni Islam. Sejaka zaman Melaka dan Aceh bahasa Melayu telah diperkaya oleh bahasa Arab dan kebudayaan Islam. Dua sumber Islam yang penting yaitu Al-Quran dan Hadits Nabi telah membuka peluang bagi bahasa Melayu memasuki bahasa ilmu pengetahuan. Pengaruh budaya Islam melalui bahasa Arab telah menyebabkan munculnya tulisan Arab-Melayu, yang kemudian terpakai luas untuk kepentingan pendidikan.[9]
b.      Bahasa Melayu tersebar luas di Asia Tenggara karena bahasa itu mudah dikuasai. Strukturnya sangat sederhana, kosakatanya bersifat terbuka, jadi siapapun dapat mempelajarinya dalam waktu singkat dan mudah.[10]

c.       Politik
Bahasa Melayu di sisi politik dimulai adanya sejak kedatangan bangsa Barat sebab merekalah yang membentuk geopolitik di Nusantara. Meskipun begitu kedatangan bangsa  Barat ternyata juga memberikan peluang yang makin besar terhadap pertumbuhan dan perkembangan bahasa Melayu. Meskipun hal ini bukan merupakan tujuan kehadiran mereka. Satu-satunya bahasa yang mendapat perhatian besar oleh orang-orang Barat terutama Belanda dan Inggris ialah bahasa Melayu. Ini terjadi, karena mereka menjumpai kenyataan bahasa Melayu sudah menjadi bahasa yang dominan, baik pada pusat kerajaan seperti Melaka maupu kota-kota dagang dipesisir pantai. Dengan menguasai bahasa Melayu mereka dapat berhubungan dengan berbagai suku dan bangsa di kepulauan Nusantara. Kenyataan sosio-linguistik, bahasa Melayu menyebabkan orang-orang Barat merasa perlu membuat kajian terhadap bahasa ini. Pengkajian bahasa Melayu itu semula untuk kepentingan dagang, tapi kemudian berpindah kepada kepentingan politik, disamping untuk penyebaran Nasrani. Maka muncullah berbagai kamus dari tangan bangsa Eropa itu.[11]
d.      Ilmu Pengetahuan
Bahasa Melayu sebagai bahasa perdagangan maupun sebagai bahasa resmi dari suatu negara Melayu di Sumatera Timur yang sangat luas pengaruhnya, maka bahasa Melayu juga menjadi sarana penyebaran ajaran-ajaran agama Islam yang paling dini di Aceh dan semenanjung melayu. Bukti-bukti mengenai hal tersebut adanya kesusastraan melayu yang kaya dengan karya-karya para pengarang Islam mistik (tasawwuf) seperti Hamzah Pansuri, Nurudin Arraniri, Samsuddin Pasai.

4.      Perbedaan Bahasa Melayu dan Bahasa Indonesia
Bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu yang terbina di Riau oleh Raja Ali Haji yang kemudian terpelihara menjadi bahasa Melayu tinggi, maka seyogyanya pengucapan bahasa Indonesia itu memperhatikan pengucapan bahasa Melayu. Perbedaan bahasa Indonesia dengan bahasa Melayu dilihat dari pengucapannya yaitu:
    a.     Untuk merubah kata-kata dalam bahasa Indonesia ke bahasa Melayu sangat mudah, antara lain:
1)   Setiap kata-kata yang berakhir dengan huruf (a) di ubah menjadi (e) misalnya:
-          di mana  menjadi di mane
-          bahasa menjadi bahase
-          seloka menjadi seloke
2)   Setiap kata yang berakhir dengan huruf (r) maka bunyi (r) nya dihilangkan, misalnya:
-          Gentar menjadi genta
-          Manggar menjadi mangga
-          Hampar menjadi hampa
Demikian juga kata depan ter berubah menjadi te misalnya:
-          Terhampar menjadi tehampa
-          Terkena menjadi tekene
-          Terpanjang menjadi tepanjang
Dalam bahasa Melayu kata hampa berbeda dengan hampe,
-          Mangga berbeda dengan mangge :
-          Hampa      : berasal dari kata hampar (terbentang)
-          Hampe      : berasal dari kata hampa (kosong, tidak berisi)
-          Mangga : berasal dari kata manggar (dahan buah niur, pinang dsb)
-          Mangge : berasal dari kata mangga (buah mangga)
3)   Kalau sebelum huruf akhir (r) tersebut didahului huruf (u) maka bunyi (u) menjadi (o), misalnya:
-          Bujur menjadi bujo
-          Tambur menjadi tambo
-          Kemumur menjadi kemumo
4)      Kalau sebelum huruf akhir (r) didahului huruf (i) berubah menjadi (), misalnya:
-          Jelir menjadi jel
-          Alir menjadi al
-          Air menjadi a
5)      Setiap kata-kata yang mempunyai huruf (r) baik diawal kata atau di antara pertengahannya, maka cara membunyikan (r) tersebut tidak diujung lidah, tapi dilangit-langit rongga mulut sebagaimana orang Perancis membunyikan huruf (r) pada kata Paris (paghis). Namun tidak juga salah jika huruf (r) itu dibunyikan sebagaimana biasa (biasanya pada waktu berpidato, ceramah atau dalam bahasa sastra).
    b.     Dalam bahasa Melayu bunyi huruf (e) berbeda artinya dengan huruf (), misalnya:
-          Selak tidak sama artinya dengan slak (selak = rakus; slak = singkap)
-          Selempang tidak sama artinya dengan slempang (selempang = terperosok; slempang = lintang)[12]

5.      Bahasa Melayu Riau
Bahasa Melayu merupakan bahasa resmi dikerajaan Riau, dan bahwa bahasa itu telah dibina oleh Raja Ali Haji dan kawan-kawannya sedemikian rupa, sehingga menjadi bahasa itu menjadi bahasa yang baik dan indah.  Raja Ali haji yang lahir di Pulau Penyengat Inderasakti pusat kerajaan Riau-Lingga dalam tahun 1808 menulis kitab tata bahasa Melayu yang bernama Bustanul Katibin tahun 1857.  Raja Ali Haji melanjutkan dengan kitab Pengetahuan Bahasa, kitab ini memberikan semacam kamus atau ensiklopedi kepada para pemakai dialek Melayu sehingga mereka dapat mempunyai pengetahuan tentang bahasa. Usaha Raja Ali Haji membina bahasa Melayu dalam wilayah kerajaan Riau-Lingga ternyata telah menimbulkan perhatian besar dari generasi di belakangnya.

Dalam hal ini Raja Ali Haji boleh dikatakan berhasil membangkitkan generasi penerus untuk mengembangkan bahsa dan budaya Melayu, sehingga kelak bekas kerajaan Riau-Lingga itu dapat menjadi satu diantara lubuk bahasa dan budaya Melayu. Di belakang Raja Ali Haji muncullah kaum cendikiawan Riau sekitar tahun 1892 dengan nama perkumpulan mereka yakni Rusydiah Klab. Perkumpulan ini merupakan suatu perkumpulan pertama dalam sejarah cendikiawan di rantau Asia Tenggara.  Dua orang tuokoh Melayu Riau ialah Raja Ali Tengku Kelana dan Raja Khalid Hitam. Kemajuan yang dicapai dialek bahasa Melayu Riau-Lingga yang terawatt dan terpelihara, telah menyebabkan bahasa itu terpilih menjadi bahasa pengantar dalam sekolah-sekolah bumi putera, bahkan Belanda menjadikan bahasa Melayu sebagai bahasa kedua.[13]

C.    Penutup
Bahasa Melayu adalah bahasa ibu dari orang Indonesia, karena awal bahasa persatuan adalah bahasa Melayu. Bahasa Melayu sangat luas, banyak negara-negara menggunakan bahasa Melayu sebagai bahasa resmi dikarenakan bahasanya mudah dipahami dan bersifat terbuka, oleh karena itu, bahasa Melayu layak dijadikan sebagai bahasa resmi bahasa Indonesia. Alasan bahasa Melayu menjadi bahasa persatuan yaitu karena sejarah, politik, ilmu pengetahuan dan bahasa Melayu mudah dipahami.








DAFTAR PUSTAKA


Achadiati Ikram, dkk. 2009. Sejarah Kebudayaan Indonesia: Bahasa, Sastra, dan Aksara. Jakarta: Rajagrafindo Persada.

Budi Santoso,dkk. Tt.  Masyarakat Melayu Riau dan Kebudayaannya. Pekanbaru: Pemerintah Propinsi Daerah Tingkat 1 Riau Pekanbaru.

James T. Collins. 2005. Bahasa Melayu Bahasa Dunia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Syamsuri Latif. 2008. Kamus Kecil Bahasa Melayu. Pekanbaru: Yayasan Taman Karya Riau.

UU. Hamidy. 2004. Jagad Melayu dalam Lintasan Budaya di Riau. Pekanbaru: Bilik Kreatif Press.

__________. tt. Bahasa Melayu dan Kreativitas Sastra Di Riau. Pekan Baru: Dinas Pendidikan.

__________. 2003. Dari Bahasa Melayu Sampai Bahasa Indonesia. Universitas Lancang Kuning: Press.



[1]UU.Hamidy, Dari Bahasa Melayu Sampai Bahasa Indonesia,(Universitas Lancang Kuning: Press, 2003), hlm. 8.
[2]Ibid., hlm. 14.
[3]Budi Santoso,dkk, Masyarakat Melayu Riau dan Kebudayaannya, (Pekanbaru: Pemerintah Propinsi Daerah Tingkat 1 Riau Pekanbaru,tt) ,hlm. 12.
[4]Achadiati Ikram, dkk, Sejarah Kebudayaan Indonesia: Bahasa, Sastra, dan Aksara, (Jakarta: Rajagrafindo Persada,2009), hlm. 33.
[5]UU. Hamidy, Op.Cit., hlm. 25
[6] James T. Collins, Bahasa Melayu Bahasa Dunia, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2005), hlm. 11.
[7]Ibid., hlm. 15.
[8]Ibid., hlm. 29.
[9]UU. Hamidy, Jagad Melayu dalam Lintasan Budaya di Riau, (Pekanbaru: Bilik Kreatif Press, 2004), hlm. 120.
[10]Achadiati Ikram, dkk, Op. Cit., hlm. 44.

[11]UU. Hamidy., Jagad Melayu dalam Lintasan Budaya di Riau,., Op. Cit., hlm. 121.
[12] Syamsuri Latif, Kamus Kecil Bahasa Melayu, (Pekanbaru: Yayasan Taman Karya Riau, 2008), hlm. 22-23.
[13]UU. Hamidy, Bahasa Melayu dan Kreativitas Sastra Di Riau, (Pekan Baru: Dinas Pendidikan, tt), hlm. 22-24.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar